Christine FransiscaPADA awalnya, Zatun, 65, tak percaya dapat berbisnis properti.
Maklum, ia hanya seorang pedagang yang berkutat dengan koperasi, serta toko tas dan sepatu miliknya.
Bagi ibu dua orang anak ini, bisnis properti merupakan suatu pekerjaan yang mustahil, karena uang di tabungannya tidak cukup untuk membeli properti di manapun.
Akan tetapi, nasib berkata lain. Kini, Zaitun bisa memiliki tiga rumah serta lahan perkebunan minyak nilam beserta usaha penyulingannya. Hebatnya, semua itu bisa dicapai hanya dalam kurun waktu tiga bulan dan tanpa modal uang sedikit pun.
Beberapa orang mungkin tak percaya dengan hasil yang diperoleh Zaitun. Namun, yang jelas properti yang ia miliki bukan dari warisan bukan juga hadiah kuis yang bernilai miliaran. Modalnya saat membeli properti memang nol.
Kuncinya sederhana, hanya bermodal kejelian, kesabaran, dan beberapa trik untuk memutar uang.
Jurus mabuk Trik membeli properti tanpa modal uang ini Zaitun pelajari dari Didik Eko Tjahjono, seorang real estate developer yang sekarang juga mengelola pelatihan
Didik Real Estate School (DRES).
Sejak mengikuti pelatihan pada November 2008 lalu, Zaitun tak hanya sukses membeli rumah gratis, tapi juga bisa memperoleh cashback untuk modal usaha. “Awalnya tidak percaya, cuma
setelah pelan-pelan diterapkan, ternyata bisa!” ujar Zaitun dengan antusias.
Jurus Didik itu dinamakan ‘jurus mabuk’. Entah karena kedahsyatan hasilnya atau mungkin kerumitan triknya, Didik menamakannya begitu. Namun, yang jelas jurus itu telah menghantarkan Didik menjadi seorang developer dengan sembilan perumahan, puluhan ruko sewaan, dan tiga hotel.
Menurut Didik, cara itu sepenuhnya legal dan bukan perbuatan curang. Intinya hanya mengandalkan selisih yang diperoleh dari harga taksiran bank dengan
harga jadi yang disepakati penjual dan pembeli.
Jurus mabuk pun tak serta-merta bisa diterapkan ke semua situasi. Karena, cara itu hanya bisa berhasil jika memenuhi dua faktor. Pertama, ada penjual yang menjual properti di bawah harga pasaran.
“Cari yang memang penjualnya butuh uang cepat, misalnya, mau naik haji, anak sakit, atau cerai,” ujar Didik.
Akan tetapi, lokasi dan kelengkapan surat-surat juga harus diteliti hingga tak merugi dan menghasilkan keuntungan maksimal.
Faktor kedua, ada bank yang menaksir harga properti di atas harga pasaran. Cara mendapatkannya memang butuh usaha yang lebih. Paling tidak jangan hanya tergantung pada satu bank. Coba ajukan permohonan ke beberapa bank dan pilih bank yang berani menaksir harga paling tinggi. “Lebih bagus dapat campuran dari dua faktor itu, karena cashback akan
semakin besar,” jelas Didik.
Dari selisih transaksi itu, pembeli akan mendapatkan cashback. Namun, cashback yang diperoleh harus segera dijadikan modal usaha sehingga uang terus berputar. Properti yang dibeli pun hendaknya disewakan agar memperoleh pemasukan per bulan. Keuntungan sewa properti dan bisnis itulah yang selanjutnya akan digunakan untuk menutup cicilan KPR.
Tidak semua berhasil
Walau terkesan menggiurkan, ternyata tak semua orang berhasil menerapkannya.
Dari peserta DRES saja Didik mengaku hanya 30% yang sukses berbisnis properti. Hal itu bisa disebabkan beberapa hal. Mulai dari niat peserta yang kurang sampai kesulitan mencari
properti yang dijual murah.
Begitu juga dengan Ryad Kusuma, 40, seorang pebisnis properti yang memulai bisnisnya sejak 1992. Walau telah sukses membangun bisnis properti dengan lima rumah dan empat toko sewaan, ia tak pernah berhasil menerapkan cara tersebut. “Pernah sampai dapat cashback, cuma tidak sampai menutup KPR,” ujar Ryad.
Untungnya, cicilan KPR dari properti yang ia miliki bisa ditutup dengan harga sewa yang hampir sama sehingga jumlah modal yang ia keluarkan pun tergolong
kecil.
Teknik yang dilakukan Didik itu ternyata juga tak sepenuhnya bebas risiko. Untuk bisnis properti memang terkesan aman karena harga properti selalu me ngalami penaikan tiap tahun.
Akan tetapi, hal-hal tak terduga, seperti bencana alam, bisa saja membuat harga properti jadi tak bernilai sama sekali.
Kemudian, usaha yang dibangun dari cashback diam-diam juga bisa terguncang.
Penurunan tingkat konsumsi masyarakat akibat krisis atau keterpurukan ekonomi bisa membuat usaha gulung tikar. Jika sudah begitu, hutang KPR pun akan membelit.
Akan tetapi, Didik menegaskan, walaupun akhirnya cicilan KPR tidak bisa dibayar sehingga properti disita bank, pada dasarnya pemilik properti tidak akan mengalami kerugian. “Kan, belinya enggak pakai uang!,” ujar Didik. (M-3)
miweekend@mediaindonesia.comKeterangan Foto: MEMILIH PROPERTI: Seorang staf marketing memberikan penjelasanproduk perumahan kepada konsumen. Membeli rumah tidak hanya untuk tempat tinggal tapijuga untuk berinvestasi. (MI / ADAM DWI PUTRA)